"Mang, pesenan saya dibawain, kan?"
"Iya, Bu Fajar, tapi maaf daun pepayanya cuma dua iket."
"Mang, kalau pesanan saya, gimana?" Aku tak mau ketinggalan.
"Tenang, Bu Anna. Nih, udah saya plastikin." Mang Charly menyodorkan bungkusan hitam pesananku.
"Bu Fajar tumben belanjanya banyak hari ini?" Aku mengawali pembicaraan dengan tetangga baruku yang mempunyai toko kelontong didepan rumah itu.
"Iya, Bu Anna, ada mertua saya di rumah. Oiya, saya duluan ya Bu, mau masak untuk makan siang. Mari, Bu Anna. Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi ya."
Setelah Bu Fajar pergi aku lekas menyelesaikan transaksi dengan Mang Charly tukang sayur langganan kami. Akhir-akhir ini aku senang karena aku punya tetangga baru yang sebaya seperti Bu Fajar. Aku yang janda ini kadang butuh teman sharing yang sebaya apalagi dekat dengan rumah. Sayang aku belum mengenal semua anggota keluarganya, suami apalagi mertuanya yang baru datang itu. Sampai pada suatu hari aku kehabisan garam dan pergi ke warung Bu Fajar.
"Assalamualaikum Bu, Bu Fajar?" Aku memanggil-manggil dari depan warung.
"Waalaikumussalam."
Seorang laki-laki berusia sekitar 60 tahun tampak keluar dari dalam rumah, laki-laki yang seperti aku kenal. Aku terpaku, dadaku sesak, lututku seperti terkena pengapuran tulang yang hebat seketika. Wajah itu, seperti wajah Mas Faizatul Fajari, suamiku. Hanya Mas faiz yang mewarisi tulang rahang ayahnya, alis tebal beriring, bibir tipis dan dagu yang bulat. Perawakannya tidak begitu tinggi tapi juga tidak pendek, kulitnya sawo matang tapi bersih. Sebelum lututku benar-benar menyentuh tanah aku membalikan tubuh dan kembali kerumah secepat kilat.
Mertua Bu Fajar ternyata mertuaku juga. Aku memanggil anaknya dengan Mas Faiz. Ternyata Bu Fajar lebih suka memanggil suaminya dengan Fajar aku tak pernah curiga jika Faizatul Fajar dan orang yang dipanggil Mas Fajar adalah orang yang sama, Sepuluh tahun yang lalu Anak mertua Bu Fajar itu, meninggalkan aku dan ketiga balitaku tanpa belas kasihan. Dan hilang ditelan bumi.
"Iya, Bu Fajar, tapi maaf daun pepayanya cuma dua iket."
"Mang, kalau pesanan saya, gimana?" Aku tak mau ketinggalan.
"Tenang, Bu Anna. Nih, udah saya plastikin." Mang Charly menyodorkan bungkusan hitam pesananku.
"Bu Fajar tumben belanjanya banyak hari ini?" Aku mengawali pembicaraan dengan tetangga baruku yang mempunyai toko kelontong didepan rumah itu.
"Iya, Bu Anna, ada mertua saya di rumah. Oiya, saya duluan ya Bu, mau masak untuk makan siang. Mari, Bu Anna. Nanti kita ngobrol-ngobrol lagi ya."
Setelah Bu Fajar pergi aku lekas menyelesaikan transaksi dengan Mang Charly tukang sayur langganan kami. Akhir-akhir ini aku senang karena aku punya tetangga baru yang sebaya seperti Bu Fajar. Aku yang janda ini kadang butuh teman sharing yang sebaya apalagi dekat dengan rumah. Sayang aku belum mengenal semua anggota keluarganya, suami apalagi mertuanya yang baru datang itu. Sampai pada suatu hari aku kehabisan garam dan pergi ke warung Bu Fajar.
"Assalamualaikum Bu, Bu Fajar?" Aku memanggil-manggil dari depan warung.
"Waalaikumussalam."
Seorang laki-laki berusia sekitar 60 tahun tampak keluar dari dalam rumah, laki-laki yang seperti aku kenal. Aku terpaku, dadaku sesak, lututku seperti terkena pengapuran tulang yang hebat seketika. Wajah itu, seperti wajah Mas Faizatul Fajari, suamiku. Hanya Mas faiz yang mewarisi tulang rahang ayahnya, alis tebal beriring, bibir tipis dan dagu yang bulat. Perawakannya tidak begitu tinggi tapi juga tidak pendek, kulitnya sawo matang tapi bersih. Sebelum lututku benar-benar menyentuh tanah aku membalikan tubuh dan kembali kerumah secepat kilat.
Mertua Bu Fajar ternyata mertuaku juga. Aku memanggil anaknya dengan Mas Faiz. Ternyata Bu Fajar lebih suka memanggil suaminya dengan Fajar aku tak pernah curiga jika Faizatul Fajar dan orang yang dipanggil Mas Fajar adalah orang yang sama, Sepuluh tahun yang lalu Anak mertua Bu Fajar itu, meninggalkan aku dan ketiga balitaku tanpa belas kasihan. Dan hilang ditelan bumi.
Mff |
lah kirain konyol mak..
ReplyDeletehuwaaaaa kq aq blom ada ide ya.. :(
akkkkkkkkk sedih ;p twist ya keren
ReplyDeleteKeyen ya mak idenya.....:) tetapi kalau di padatkan sepertinya lebih bagus deh mak :D...*peluk hangat darikuh
ReplyDeleteMaaf itu dialog baris ketiga kecele gak ya tanda petiknya? #eh
ReplyDeleteih, keren idenya mak. ^_^
ReplyDeletekreatif
Waaaahhhh...keren twistnya... Ngenes dan perih tapi asli keren
ReplyDeleteweh weh weh, nguenes e poll, kecele' aku, kirain bakal lucu karena dialog awalnya. bagus :)
ReplyDeletelangsung kaburm kelihatan gak sama bapak mertuanya?
ReplyDeleteKeren, Mbak, idenya :) dan penulisannya yang kuperhatikan. Sudah meningkat banyak sekali dari pertama aku membaca tulisan mbak Hana yang prompt 3 "Telat" itu :) aku inget banget, deh. hehhehe...
ReplyDeletewhuaahaha dulu aku sampe minta inbok y mak..
Deletemkasih y udah tunjukan aku jalan yg benar haha
pelukkkkkk
haha.. pastinya juga karena usaha Mbak Hana sendiri :)
Deletepeluuuukkk kembali...
Anaknya si mertua mana...?
ReplyDeleteMari kita gebukin sama2.. hahaha...
huwahh...*kaget*
ReplyDeleteknapa kaget sama mertuanya? harusnya mak hana ngamuk2, mana suami saya? #efeksinetron
ReplyDeletetp bs jd itu tetangganya nikah sama adik suami anna, #pembelaan
aku masih jd silent reader untuk para fiksimania di prompt ini hikss... sdg buntu menulis fiksi mak *_*
ReplyDeleteMaaakkk, bagus ini ihhhh...
ReplyDeleteMak "Waalaikumsalam" lupa tanda petik penutup tuh :D
bagusnya...
ReplyDeletetapi endingnya bisa dipoles lagi mbak, biar lebiih 'ngiris' :D
Ih, ngenes banget :( nyesek, apalagi ya?? :D berarti sukses Mak, mengiris hati pembaca :)
ReplyDeleteminder apanyaaaa? ini kereeen tauuk. ;)
ReplyDeletehwaaa... saya kirain ini nonfiksi, eh enggak taunya fiktif. keren mbak
ReplyDeletembak hana, ini alamat blog liza... engga ada option untuk masukin name/url
ReplyDeletewww.liza-fathia.com
dan itu si abang charly teh sekarang jadi tukang sayur? albumnya udah ga laku ya bang? :v
ReplyDeleteMbuahahha... tukang sayur sekarang yah, namanya gahullll...
Deletedan cerita ini keren. sekian :)
ReplyDeletepertemuan tak terduga nih. Keren, cuma pengen ketawa liat nama tukang sayurnya, Charly he he :)
ReplyDeleteaak mbak bagus banget, aku baru mampir sekali langsung pengen langganan blog nya, okesip! x)
ReplyDeleteini ga nyindir ...st12 itu kaan..koq disini jadi tukang sayur...#kaboooor sebelum dilempar pake terong
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
DeleteHihihi ini bisa jadi judul sinetron, suamiku bukan suamimu. atau.. jangan rebut suamiku :p
ReplyDeletekereeennnn...
ReplyDeleteitu si mas faiz kemana? sini aku timpuk..sungguh teganya..hehe
Mak, cerita ini dibikin fisi panjang ato novel gitu dong mak. tar aku yang baca.... suka ama ceritanya, berasa kurang sreg pengen tau lanjutannya.
ReplyDeleteTragiseee nasibe Bu Faiz hiks.
ReplyDelete