"Papa, tolong kesini sebentar, aku cari kaos kaki biru kok enggak ada, tahu ga? " Seru Danis.
"Aku juga enggak bisa pake baju yang ada kancingnya deh, Pa." Suara Dania menimpali.
"Papa!" Suara keduanya menyadarkan Arif dari lamunan. Arif segera membuka pintu kamar dan menghampiri kedua anaknya yang sedang berhadapan.
"Ada apa sih, kok ribut sekali?"
"Kalian kan sudah kelas tiga SD, masa beginian aja harus dibantu." Arif bersungut-sungut memakaikan baju Dania yang berbentuk kemeja itu.
"Tapi aku belum bisa, Pa. Biasanya mama juga sabar bantuin kita."
"Iya, Mama juga ga pernah bentak-bentak kita kayak gini, ya Dania ya?!" Danis membela saudara kembarnya.
"Sudah! sudah! Tak ada Mama lagi!"
"Cepat kemeja makan dan kita sarapan!" Arif setengah berteriak. Membuat Danis dan Dania berhambur keluar kamar dan menuju meja makan. Akan tetapi saat di meja makan, Danis dan Dania lagi-lagi tak bisa menerima kenyataan ketika dimeja makan yang tersaji hanya telur ceplok, itu pun setengah gosong. Danis hanya saling pandang dengan Dania, dan memutar sendok dalam piring masing-masing.
"Sampai kapan kalian begini, kalau tidak selesai makan, kapan kalian berangkat sekolah?"
"Nanti terlambat!"
"Tinnn Tinnn"
Sebuah klakson terdengar dari luar rumah. Kedua nya beranjak dari meja makan dan tak memperdulikan ocehan Arif yang terus menerus berteriak. Bahkan Danis dan Dania tak sempat mencium tangan Arif. Keduanya berlari menuju bus jemputan yang sedang menunggu.
Arif menarik nafas panjang, dan kembali ke kamar. Diraihnya sebuah HP dan menekan sebuah nomor.
"Ma, Arif ga kuat . Tolong gantikan Arini mengurus Danis dan Dania. Arif tak bisa melayani mereka selembut Arini Ma. Arif ternyata tak bisa hidup hanya bertiga. "
"Yang sabar ya, Arif mama segera datang."
Suara diujung telepon menenangkan hati Arif yang luluh lantah di tinggal Arini sebulan yang lalu. Arini menghadap Illahi saat mengantar Laptop Arif yang ketinggalan. Arini disambar sebuah truk saat menyebarang.
Arif meletakan HP disamping meja tidurnya, di sebelah cangkir putih yang terakhir kali dia minum ketika sarapan bersama Arini.
"Arini, aku rindu saat-saat kau selalu cerewet tentang kesehatanku. Anak-anak kita. Kau selalu membuat satu cangkir teh untuk kita berdua, hanya karena kau terlalu menyayangiku agar aku tidak terkena diabet. Aku merindukanmu Arini."
Telunjuk Arif mengitari lingkaran cangkir yang masih terlihat sisa lipstik Arini.
364 words.
"Aku juga enggak bisa pake baju yang ada kancingnya deh, Pa." Suara Dania menimpali.
"Papa!" Suara keduanya menyadarkan Arif dari lamunan. Arif segera membuka pintu kamar dan menghampiri kedua anaknya yang sedang berhadapan.
"Ada apa sih, kok ribut sekali?"
"Kalian kan sudah kelas tiga SD, masa beginian aja harus dibantu." Arif bersungut-sungut memakaikan baju Dania yang berbentuk kemeja itu.
"Tapi aku belum bisa, Pa. Biasanya mama juga sabar bantuin kita."
"Iya, Mama juga ga pernah bentak-bentak kita kayak gini, ya Dania ya?!" Danis membela saudara kembarnya.
"Sudah! sudah! Tak ada Mama lagi!"
"Cepat kemeja makan dan kita sarapan!" Arif setengah berteriak. Membuat Danis dan Dania berhambur keluar kamar dan menuju meja makan. Akan tetapi saat di meja makan, Danis dan Dania lagi-lagi tak bisa menerima kenyataan ketika dimeja makan yang tersaji hanya telur ceplok, itu pun setengah gosong. Danis hanya saling pandang dengan Dania, dan memutar sendok dalam piring masing-masing.
"Sampai kapan kalian begini, kalau tidak selesai makan, kapan kalian berangkat sekolah?"
"Nanti terlambat!"
"Tinnn Tinnn"
Sebuah klakson terdengar dari luar rumah. Kedua nya beranjak dari meja makan dan tak memperdulikan ocehan Arif yang terus menerus berteriak. Bahkan Danis dan Dania tak sempat mencium tangan Arif. Keduanya berlari menuju bus jemputan yang sedang menunggu.
Arif menarik nafas panjang, dan kembali ke kamar. Diraihnya sebuah HP dan menekan sebuah nomor.
"Ma, Arif ga kuat . Tolong gantikan Arini mengurus Danis dan Dania. Arif tak bisa melayani mereka selembut Arini Ma. Arif ternyata tak bisa hidup hanya bertiga. "
"Yang sabar ya, Arif mama segera datang."
Suara diujung telepon menenangkan hati Arif yang luluh lantah di tinggal Arini sebulan yang lalu. Arini menghadap Illahi saat mengantar Laptop Arif yang ketinggalan. Arini disambar sebuah truk saat menyebarang.
Arif meletakan HP disamping meja tidurnya, di sebelah cangkir putih yang terakhir kali dia minum ketika sarapan bersama Arini.
"Arini, aku rindu saat-saat kau selalu cerewet tentang kesehatanku. Anak-anak kita. Kau selalu membuat satu cangkir teh untuk kita berdua, hanya karena kau terlalu menyayangiku agar aku tidak terkena diabet. Aku merindukanmu Arini."
Telunjuk Arif mengitari lingkaran cangkir yang masih terlihat sisa lipstik Arini.
364 words.
credit |
wiw!gelasnya disimpen sebulan???gak jamuran ya??
ReplyDeletehehehe...peace ^^v
bagus tapi...
heu heuu enggak mak, kan ga dicuci :D dibuang isinya aja :D
Deletegelas peredam rindu :)
ReplyDeletesaya belum nemu ide nih, mba Hana.. :(
sekarang udah donggg :)?
Deleteweess keren ih...ceritanya...aku malah elum nemu ide nih..
ReplyDeleteayooo cari idenya :D
DeleteArif sudah stress ya kangen istrinya :)
ReplyDeleteiya ternyata berat ya hidup tanpa istri :)
Deletemerinding aku mbak..salam kenal ya
ReplyDeletesalam kenal juga :D
Deleteah sedihnya ditinggal pasangan begitu. Ada temenku yang sampai nggak bisa ngapa2in sampai beberapa bulan... :(
ReplyDeleteiya betul ini juga dari cerita nyata dikit
Deleteaaah sedihnya :(
ReplyDeletebeneran nih? bisa juga bikin yang nangis ya
Deletesedihnyaaa....
ReplyDeletehiks juga
DeleteTanda bacanya diperhatikan lagi dong, mbak :(
ReplyDeleteiya makasih ya pak guru. DOne
DeleteGak kebayang jd danis dan dania :(
ReplyDeletehehe iya makasih sudah mampir ya
DeleteIde ceritanya udah oke. Cuma banyak tanda baca dan penggunaan huruf kapitalnya yang belum bener ya mba? :)
ReplyDeleteaku juga mau bilang hal yang sama.... :)
Deleteterimakasih sudah saya perbaiki lagi :D
Deletedari hal sederhana, terkadang kita bisa kembali ke masa lalu penuh kenangan hanya dalam waktu beberapa detik saja
ReplyDeleteiya betul makasih sudah mampir mas andy
Deletegelasnya masih disimpen! ya ampun.. :')
ReplyDeletekenang2an mbak :D
Deleteaaahhh, sedih banget ...
ReplyDeletealhamdulillah lagi usaha bikin cerita sedih :)
DeleteSediih :( Semangat terus menulis mbak! :D
ReplyDeleteterimakasih mak
Deletenice story mba Hana, memang selalu tidak mudah menerima kehilangan ya..
ReplyDelete