Sejak kecil, saya bercita-cita sekolah setinggi-tingginya. Dalam akademik, nilai saya cukup baik, dengan selalu mendapat ranking tiga besar. Mimpi saat itu adalah menjadi seseorang yang bisa membahagiakan orang tua.Walaupun saya yakin perjuangan itu akan sangat berat, karena orangtua saya bukan dari kalangan keluarga berada. Impian saya yang lain, adalah naik pesawat dan pergi keluar negeri. Dan saat itu saya percaya bahwa dengan mempunyai gelar yang tinggi bisa membawa saya terbang ke luar negeri sebagai perwakilan negera. Walau terlihat semu, tapi saya selalu yakin banyak jalan menuju Roma, banyak jalan yang bisa saya kerjakan untuk mewujudkan mimpi itu.
Waktu terus berjalan, Setelah menamatkan Sekolah Menengah Pertama, mimpi-mimpi saya seakan memudar. Saya harus melanjutkan sekolah keluar kota, dan tinggal bersama salah satu Kakak laki-laki. Dia lah yang membiayai sekolah dan kehidupan saya.
Semua kenyataan itu membuat saya mengubah haluan. Tidak mungkin akan terus membebani Kakak saya yang baik hati itu untuk terus membiayai kehidupan, karena dia juga sudah berkeluarga. Setelah lulus SMK, saya memutuskan untuk bekerja, dari satu perusahaan ke perusahaan yang lainnya.
Keinginan meneruskan sekolah terbentur dengan jam kerja. Saya tidak bisa mengatur waktu, sekolah dan bekerja yang selalu berbenturan. Akhirnya saya hanya mengikuti beberapa kursus-kursus. setelah beberapa tahun bekerja, rupanya Alloh memberi takdir lain. Jodoh datang begitu cepat. Saya tidak bisa menolak kala seorang arjuna meminang untuk menjadikannya permaisuri di rumahnya.
Saat itu, atas dasar tidak mau merepotkan orang lain , saya memilih menikah. Apalagi calon suami adalah seorang yang baik dan merupakan pilihan hati. Selama mengarungi pernikahan, yang sangat saya syukuri adalah ternyata saya dan suami, sama-sama tipe orang yang mau bekerja keras untuk merubah nasib.
Suami terus berusaha bekerja sebaik mungkin, dan tentunya support terbesar selalu saya berikan padanya. Menjelang lima tahun pernikahan, suami diterima untuk bekerja di Luar negeri, tepatnya di Saudi. Saat itu kondisi tidak memungkinkan untuk membawa saya dan Zidan, anak semata wayang kami. Lalu suami pindah kerja ke Abu dhabi.
Mimpi saya menjadi kenyataan, siapa yang mau berusaha pasti akan ada jalan. Mungkin jalan untuk mewujudkan mimpi adalah dengan menikah. Lima tahun sudah menetap di Abu dhabi. Mimpi saya telah terlewati. Bukan hanya naik pesawat dan pergi keluar negeri, akan tetapi Alloh memberi bonus lain yaitu sebuah KTP Abu dhabi.
Kesedihan akan pendidikan tinggi yang tidak tercapai, pelan-pelan terkikis oleh rasa syukur. Pendidikan memang penting. Tapi tanpa pendidikan formal kita masih bisa untuk meraih mimpi kita , asal terus berusaha. Untuk mengikis kesedihan tentang gelar yang tak pernah didapat. Saya sering mengikuti beberapa kelas Online. Memilih kelas menulis, salah satunya. Dengan kelas tersebut, beberapa tulisan saya nampang dalam beberapa media masa seperti disini.
Merasa tidak mempunyai cukup bekal berupa bahasa Inggris dan Arab, tidak lantas membuat saya berkecil hati dan menjadi pribadi yang tertutup. Bahasa adalah sebuah ilmu learning by doing. Sebuah kepandaian yang harus terus diasah melalui praktek. Maka dari itu saya tidak malu untuk terus melatih kemampuan bahasa yang alakadarnya ini dengan mengikuti beberapa kursus bahasa Arab. Semua itu perlu proses, saya akui kesulitan pasti ada, dan selama ini saya cukup mudah berkomunikasi dengan orang lain , karena bahasa pengantar di Abu dhabi ini tetap memakai bahasa Inggris.
Waktu terus berjalan, Setelah menamatkan Sekolah Menengah Pertama, mimpi-mimpi saya seakan memudar. Saya harus melanjutkan sekolah keluar kota, dan tinggal bersama salah satu Kakak laki-laki. Dia lah yang membiayai sekolah dan kehidupan saya.
Semua kenyataan itu membuat saya mengubah haluan. Tidak mungkin akan terus membebani Kakak saya yang baik hati itu untuk terus membiayai kehidupan, karena dia juga sudah berkeluarga. Setelah lulus SMK, saya memutuskan untuk bekerja, dari satu perusahaan ke perusahaan yang lainnya.
Keinginan meneruskan sekolah terbentur dengan jam kerja. Saya tidak bisa mengatur waktu, sekolah dan bekerja yang selalu berbenturan. Akhirnya saya hanya mengikuti beberapa kursus-kursus. setelah beberapa tahun bekerja, rupanya Alloh memberi takdir lain. Jodoh datang begitu cepat. Saya tidak bisa menolak kala seorang arjuna meminang untuk menjadikannya permaisuri di rumahnya.
Saat itu, atas dasar tidak mau merepotkan orang lain , saya memilih menikah. Apalagi calon suami adalah seorang yang baik dan merupakan pilihan hati. Selama mengarungi pernikahan, yang sangat saya syukuri adalah ternyata saya dan suami, sama-sama tipe orang yang mau bekerja keras untuk merubah nasib.
Suami terus berusaha bekerja sebaik mungkin, dan tentunya support terbesar selalu saya berikan padanya. Menjelang lima tahun pernikahan, suami diterima untuk bekerja di Luar negeri, tepatnya di Saudi. Saat itu kondisi tidak memungkinkan untuk membawa saya dan Zidan, anak semata wayang kami. Lalu suami pindah kerja ke Abu dhabi.
Mimpi saya menjadi kenyataan, siapa yang mau berusaha pasti akan ada jalan. Mungkin jalan untuk mewujudkan mimpi adalah dengan menikah. Lima tahun sudah menetap di Abu dhabi. Mimpi saya telah terlewati. Bukan hanya naik pesawat dan pergi keluar negeri, akan tetapi Alloh memberi bonus lain yaitu sebuah KTP Abu dhabi.
Kesedihan akan pendidikan tinggi yang tidak tercapai, pelan-pelan terkikis oleh rasa syukur. Pendidikan memang penting. Tapi tanpa pendidikan formal kita masih bisa untuk meraih mimpi kita , asal terus berusaha. Untuk mengikis kesedihan tentang gelar yang tak pernah didapat. Saya sering mengikuti beberapa kelas Online. Memilih kelas menulis, salah satunya. Dengan kelas tersebut, beberapa tulisan saya nampang dalam beberapa media masa seperti disini.
Merasa tidak mempunyai cukup bekal berupa bahasa Inggris dan Arab, tidak lantas membuat saya berkecil hati dan menjadi pribadi yang tertutup. Bahasa adalah sebuah ilmu learning by doing. Sebuah kepandaian yang harus terus diasah melalui praktek. Maka dari itu saya tidak malu untuk terus melatih kemampuan bahasa yang alakadarnya ini dengan mengikuti beberapa kursus bahasa Arab. Semua itu perlu proses, saya akui kesulitan pasti ada, dan selama ini saya cukup mudah berkomunikasi dengan orang lain , karena bahasa pengantar di Abu dhabi ini tetap memakai bahasa Inggris.
begitu menginspirasi jadi ingat kisah saya dulu mba, pngn kuliah ke kairo tapi kluarga saya bukan kluarga yg berada namun rezeki allah memang maha luas, saya bisa keluar negeri juga untuk kuliah.nice sharing :)
ReplyDeleteAlhamdulillah y mba meutia semoga gelar yang didapat bisa ditebar di ambil hikmahnya bagi banyak orang.
ReplyDeleteih senengnya mak.. cita2nya bisa tercapai :D
ReplyDeleteMantabs Maak..
ReplyDeleteAku juga mau ke luar negeri ahh..
Biar bisa bertamu kerumahmu Mak :D
saya juga pengen suami saya nanti kerja di LN. Asyiiik >.<
ReplyDeleteinspiring, mak. jadi pengen tinggal di luar negeri juga ^^
ReplyDeleterasa syukur akan menambah kenikmatan,
ReplyDeletesalut.... :)
Waah sayang kita blm kenal ya 3tahun lalu aku tinggal di ras al khaimah n sempet main ke abu dhabi ke rumah temen. Semangat mak!
ReplyDeleteSebuah tulisan yang sungguh menginspirasi, Mbak Hana. Bahwa impian, yang tetap digantung tinggi, dan diusahakan untuk mencapainya, tanpa putus asa karena stuck di satu titik, suatu ketika, akan ada titik terangnya, akan ada jalan untuk menggapainya. I do believe that Mba. Trims for share yaaa. :)
ReplyDeletesuka sekali lihat foto keluarga mbak hana, semoga selalu menjadi keluarga yang bahagia, sakinah, mawaddah dan warrahmah
ReplyDelete